Perkaderan HMI: Evaluasi, Resolusi, dan Solusi untuk Penguatan Kaderisasi Organisasi
Pendahuluan
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi kemahasiswaan yang berdiri sejak 5 Februari 1947 memiliki sejarah panjang dalam membentuk generasi intelektual Muslim yang berkomitmen terhadap nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Salah satu pilar utama keberlangsungan organisasi ini adalah sistem perkaderan. Melalui sistem ini, HMI mencetak kader-kader tangguh yang siap menjadi agent of change di berbagai lini kehidupan. Namun, dinamika zaman menghadirkan tantangan baru yang mengharuskan evaluasi menyeluruh terhadap proses perkaderan agar tetap relevan dan efektif.
Evaluasi Perkaderan HMI
1. Stagnasi pada Pola Latihan Kader (LK)
Model pelatihan kader seperti Latihan Kader (LK) I, II, dan III yang menjadi tulang punggung perkaderan HMI cenderung mengalami stagnasi dalam aspek metode dan substansi. Banyak kegiatan yang hanya bersifat formalitas tanpa pembaruan konten yang adaptif terhadap konteks kekinian, seperti isu digitalisasi, perubahan sosial, atau wacana global.
2. Minimnya Pembinaan Pascakaderisasi
Setelah mengikuti tahapan perkaderan formal, banyak kader tidak mendapatkan pembinaan lanjutan. Akibatnya, proses internalisasi nilai-nilai HMI dan keberlanjutan gerakan kader menjadi lemah. Kader pasif, bahkan menghilang dari aktivitas komisariat maupun cabang, menjadi fenomena umum.
3. Kurangnya Integrasi antara Spiritualitas, Intelektualitas, dan Aktivisme
Salah satu misi HMI adalah mewujudkan insan akademis, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam. Namun dalam praktiknya, penguatan spiritual sering terabaikan, atau sebaliknya—aktivisme tinggi tetapi lemah secara intelektual dan spiritual.
4. Politisasi Perkaderan
Di beberapa cabang, intervensi politik dan kepentingan pribadi menyebabkan proses perkaderan menjadi ajang mobilisasi, bukan pembinaan. Hal ini menurunkan kualitas kader dan merusak nilai objektivitas dalam pelaksanaan pelatihan.
Resolusi: Menata Ulang Sistem Perkaderan
1. Evaluasi Kurikulum Kaderisasi
Resolusi pertama yang mendasar adalah mereformulasi kurikulum perkaderan yang lebih kontekstual dan visioner. Materi harus disesuaikan dengan perkembangan sosial, ekonomi, teknologi, dan budaya. Selain itu, penguatan pada aspek manajemen diri, etika digital, dan literasi kebangsaan perlu ditambahkan dalam setiap jenjang LK.
2. Mekanisme Pemantauan Pascakaderisasi
HMI harus membentuk sistem pendampingan berkelanjutan bagi kader pascaperkaderan, misalnya melalui mentoring, pengkaderan informal, forum diskusi rutin, atau coaching oleh alumni dan senior yang kompeten.
3. Penguatan Nilai-nilai Asas dan Tujuan HMI
Revitalisasi nilai dasar perjuangan HMI—insan cita, asas Islam, dan independensi—harus menjadi agenda utama dalam setiap kegiatan perkaderan. Internalisasi nilai dilakukan melalui pembiasaan, bukan sekadar doktrinasi.
4. Digitalisasi Sistem Perkaderan
Era digital menuntut HMI untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam penyelenggaraan perkaderan, seperti pengarsipan kader secara digital, kelas daring, dan penggunaan media sosial sebagai alat dakwah dan pendidikan.
Solusi Strategis Penguatan Perkaderan HMI
1. Pelatihan Trainer dan Fasilitator Profesional
HMI perlu menyelenggarakan Training of Trainers (ToT) yang intensif dan selektif, untuk memastikan kualitas instruktur dan fasilitator pelatihan benar-benar memahami esensi kaderisasi dan mampu menyampaikannya dengan metode yang menarik dan membumi.
2. Kolaborasi dengan Alumni dan Akademisi
Mengintegrasikan peran alumni sebagai pembimbing dan narasumber dalam proses kaderisasi akan memperkaya perspektif kader. Selain itu, menjalin kerja sama dengan kampus atau lembaga pelatihan bisa memperkuat kualitas materi dan metode pelatihan.
3. Desentralisasi dan Inovasi Komisariat
Memberi ruang kepada komisariat untuk melakukan inovasi model perkaderan yang sesuai dengan karakter lokal, namun tetap dalam kerangka nilai dasar HMI, akan memperkuat otonomi kaderisasi dan mempercepat regenerasi kepemimpinan.
4. Monitoring dan Evaluasi (Monev) Berkala
Pembentukan sistem evaluasi terpadu dan berjenjang (dari PB, Badko, Cabang, hingga Komisariat) menjadi keharusan untuk mengukur keberhasilan dan kelemahan sistem perkaderan secara objektif.
Penutup
Perkaderan adalah jantung dari keberlangsungan HMI. Evaluasi yang jujur, resolusi yang tegas, dan solusi yang strategis perlu dilakukan agar proses ini tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi benar-benar menjadi proses transformasi kader. HMI sebagai organisasi perjuangan mahasiswa Islam harus terus berbenah, agar tetap relevan sebagai laboratorium kepemimpinan dan pembinaan generasi intelektual Muslim Indonesia.
Daftar Pustaka
-
Natsir, M. (2002). HMI dan Perannya dalam Sejarah Indonesia. Jakarta: LP3ES.
-
HMI. (2022). Pedoman Perkaderan HMI. Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam.
-
Al-Fayyadl, M. (2015). Islam dan Tantangan Modernitas. Yogyakarta: LKiS.
-
Komaruddin Hidayat. (2005). Agama, Etika, dan Peradaban. Jakarta: Gramedia.
-
Hidayat, D. (2017). Kepemimpinan Kader dalam Organisasi Mahasiswa. Bandung: Pustaka Pelajar.

Posting Komentar